Liputan6.com, New York - Dalam beberapa dekade ke depan, jumlah penduduk kelas menengah bakal menyusut. Mereka bakal terbagi menjadi miskin atau kaya.
Kalau Anda ingin berada di kategori kaya, sekarang saatnya untuk mengubah gaya hidup. Dilansir dari LifeHack.org, Senin (13/7/2015), berikut perbedaan orang kaya dan kelas menengah yang bisa Anda pelajari:
1. Kelas menengah hidup nyaman; orang kaya hidup tidak nyaman
Memang terasa damai memiliki pekerjaan tetap, bekerja untuk orang lain. Orang yang berada di kelas menengah berpikir kenyamanan merupakan kedamaian.
Hal ini berbeda dengan orang kaya yang selalu berada di situasi tidak nyaman. Mereka terbiasa menjalankan bisnis sendiri yang penuh risiko, tapi di sisi lain membangun kekayaan dan kekuasaan. Keluarlah dari zona nyaman Anda dan carilah opsi pekerjaan lain.
2. Kelas menengah hidup di atas kemampuannya; orang kaya sebaliknya
Orang kaya tidak menghamburkan uang untuk menambah beban. Mereka menghabiskan uang untuk meningkatkan aset dan hidup di bawah kemampuan finansialnya.
Rata-rata orang kaya membeli mobil mewah bekas, menurut penelitian dalam buku "The Millionaire Next Door". Ingat, jika Anda punya uang satu miliar rupiah per tahun dan menghabiskannya, maka Anda miskin.
3. Kelas menengah meniti tangga karier di perusahaan; orang kaya pemilik "tangganya"
Orang yang berada di kelas menengah biasanya bekerja untuk orang lain. Mereka punya karier. Sebaliknya, orang kaya bekerja sendiri. Mereka pemilik tangga karier yang sibuk dinaiki oleh kelas menengah.
Para pemilik bisnis mengerti kalau mereka butuh banyak orang untuk mendapatkan uang. Mereka paham kekuataan dari pendapatan pasif.
4. Kelas menengah berteman dengan siapa saja; orang kaya lebih bijak memilih teman
Kalau Anda berada di antara orang sukses, maka kesuksesan akan mengikuti. Hal ini juga terjadi kalau Anda salah bergaul. Pendapatan Anda bakal meningkat jika dikelilingi orang yang berpenghasilan lebih.
5. Kelas menengah bekerja untuk menghasilkan seseuatu; orang kaya bekerja untuk belajar
Kelas menengah biasanya mudah berganti pekerjaan jika ada tawaran gaji yang lebih tinggi. Orang kaya tidak bekerja hanya sekedar uang. Mereka paham soal pentingnya mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan.
Bekerja sebagai sales bukan hal tabu karena mereka bisa mengerti dunia penjualan. Pelajarilah ketrampilan yang Anda butuhkan untuk menjadi kaya.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
MOJOK.CO – Kehidupan orang kaya adalah tema yang begitu basah di media massa. Mereka digambarkan selalu minim derita.
“Menangis di dalam mobil selalu lebih menyenangkan ketimbang menangis di pinggiran jalan sambil kehujanan.” Konsep ini sering dipakai oleh netizen media sosial dalam menggambarkan bagaimana penderitaan orang kaya yang selalu dianggap tidak lebih menyedihkan dari penderitaan orang miskin. Bagaimanapun, orang kaya yang menangis di dalam mobil bisa menyalakan AC, memutar musik kencang, dan bersandar di kursi empuk usai mengalami patah hati. Sedangkan yang miskin, harus rela kehujanan di pinggir jalan sambil meratapi nasibnya yang semakin menyedihkan dan perutnya yang semakin lapar.
Meski agak dangkal, gambaran tersebut seolah-olah menyetujui bahwa uang selalu lebih unggul membeli hal-hal yang menghibur. Bisa jadi konsep ini benar sehingga kita sering menerka-nerka apa saja sebenarnya penderitaan orang kaya. Baiknya ini kita telusuri bersama dengan bekal “tebak-tebak buah manggis”. Sebab, jika di antara kita ada orang kaya, itu lebih tidak mungkin. Mereka pasti tengah sibuk mencari tahu cara untuk berlibur ke luar angkasa.
Sebelum saya benar-benar menjadi carzy rich, saya selalu skeptis dengan dua hal ini. Banyak cerita-cerita seputar pengkhianatan, perceraian, dan kisah keluarga yang tidak harmonis yang menghiasi kehidupan orang kaya. Jujur saya saya sulit percaya, sebab penderitaan ini juga kerap dimiliki orang miskin. Keluarga tak harmonis, perselingkuhan, dan hal kacau balau seputar hubungan interpersonal, juga kendala yang dihadapi orang miskin terkait masalah finansial.
Yang paling masuk akal, pengkhianatan yang sering dialami orang kaya adalah akibat cara pikir mereka yang begitu berbeda. Kita selalu merasa ada tembok besar yang menghalangi si miskin dan si kaya, tentu itu karena sebagian besar orang kaya punya sifat sulit percaya. Sekalinya percaya justru dengan orang yang salah, orang yang memanfaatkan kekayaannya semata. Di salah satu episode SpongeBob Square Pants berjudul “Porous Pocket”, SpongeBob seketika menjadi OKB dan dikelilingi orang-orang yang menghormatinya. Sayang, di akhir episode, ia ditinggalkan karena motivasi orang di sekelilingnya hanyalah uang, bukan persahabatan. Patricklah yang akhirnya menyadarkan SpongeBob bahwa kesetiaan sahabat lebih bermakna daripada uang.
Sebuah drama Korea berjudul Mine juga seolah-olah menyetujui hal ini. Keluarga orang kaya berisikan mereka yang sifatnya layaknya ular berbisa, haus kekuasaan dan legitimasi tidak penting lainnya. Perceraian dan perselingkuhan adalah problem paling standar yang mereka miliki. Namun, setidaknya, ketika sedang resah dan bersedih, mereka bisa membeli kupon lotre dan membanting keramik mahal untuk menghibur diri.
Ketika membahas sebuah buku berjudul Bobos in Paradise, seorang dosen yang mengajar di kelas saya pernah menjelaskan betapa pandangan orang kaya begitu berbeda dengan rakyat jelata. Jika rakyat jelata berjuang untuk mencapai uang dan kekayaan, orang-orang borjuis Bohemian menggunakan uang dan kekayaan untuk mencapai kekuasaan. Alih-alih menganggap uang dan kekayaan sebagai tujuan utama, kaum borjuis justru menggunakan apa yang mereka punya untuk mencapai apa yang mereka ingin. Keinginan itu bisa juga berupa kekuasaan, dan kekuasaan itu bisa juga dipandang sebagai “uang” oleh orang miskin.
Oleh karena itu, jika ada orang kaya yang terus-terusan ingin lebih kaya, sebenarnya tujuan yang sedang ingin mereka raih lebih kepada kekuasaan, kehormatan, dan status. Mereka tidak menginginkan uang untuk membeli kebutuhan, mereka menginginkan uang karena itulah simbol kekuasaan yang paling bisa diterima. Jika pejabat pemerintah melakukan korupsi untuk memperkaya diri, pada dasarnya mereka adalah perwujudan orang miskin yang sedang berusaha memiskinkan rakyatnya. Ini perbuatan setan. Tapi, yang jauh lebih setan adalah mereka yang sudah kaya raya dan melakukan korupsi hanya karena menginginkan simbol kekuasaan. Mari kita teriakkan, tai!
Secara kasat mata, orang kaya memang seharusnya tidak lebih depresi daripada orang miskin. Saya selalu percaya bahwa anggapan uang tidak bisa membeli kebahagian adalah romantisasi kemiskinan. Sebuah penghiburan agar orang yang tidak banyak uang tetap narimo ing pandum.
Tapi, mari sejenak kita menilik berbagai data dan penelitian yang merekam depresi kaum borjuis. Forbes memberitakan bahwa orang-orang sukses dan kaya raya justru 20% lebih mudah mengalami depresi. Kesehatan mental orang kelas atas selalu jadi sorotan di negara-negara maju. Beberapa studi juga meneliti soal anak orang kaya yang lebih punya banyak kecemasan. Tidak jarang ada yang mengaitkan ini dengan angka bunuh diri. Angka bunuh diri di negara maju jauh lebih besar daripada angka bunuh diri di negara miskin dan berkembang. Namun, data ini terkadang ingin saya sanggah dengan berapa banyak angka kelaparan di negara miskin dan berkembang.
Sebenarnya yang perlu ditegaskan adalah, orang kaya memang punya banyak problem hidup yang memicu mereka merasa depresi tidak berkesudahan. Begitu pula dengan orang miskin yang mau tak mau harus melawan depresi demi bertahan hidup.
BACA JUGA Alasan Kenapa Kita Suka Kepo sama Kehidupan Orang Kaya atau artikel AJENG RIZKA lainnya.
Terakhir diperbarui pada 27 Agustus 2021 oleh Ajeng Rizka
orang kaya mati orang miskin mati